Jumat, 30 Maret 2012

Perang Dunia II Dan Psikologi



Siapa sangka ternyata Perang Dunia II dapat menghasilkan sebuah teori psikologi, tapi apa hubungannya Perang Dunia II dengan ilmu psikologi? Kedatangan Perang Dunia II, menyebabkan para antropolog psikologi menerapkan teori dan metode Antropologi  Psikologi untuk melukiskan watak dan proses struktur kepribadian tipikal (typical personality structure) suatu bangsa modern.

Tujuan utama penelitian teori watak bangsa adalah untuk lebih memahami kepribadian lawan, kawan, dan juga bangsa sendiri dalam masa perang. Teori Watak Bangsa ini adalah perluasan dari teori Antropologi Psikologi, dan di samping itu juga memberi sumbangan dasar pada teori induknya itu.

Kesukaran penelitian dalam hal mencari watak bangsa adalah tidak selalu dapat diperolehnya data langsung dari penelitian di lapangan. Oleh karenanya terpaksa harus dipergunakan pendekatan tidak langsung (indirect approach), dengan mempergunakan hasil penelitian di plapangan, yang dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain, atau mewawancarai responden khusus, dan sudah tentu dengan metode penelitian suatu kebudayaan dari kejauhan ( the study of culture at a distance). Metode yang terakhir ini adalah dengan cara meneliti folklor, keususastraan, film, drama, pidato politik dan propaganda, serta hasil kebudayaan lainnya dari bangsa bersangkutan.

Landasan penerapan teori Antroppologi Psikologi dalam penelitian watak bangsa sangat beraneka ragam, sehingga menimbulkan beberapa macam teori yang berlainan. Menurut Milton Singer, berbagai teori mengenai watak bangsa dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni:
a.       Watak bangsa yang dipandang sebagai watak kebudayaan (cultural        character).
b.      Watak bangsa yang dipandang sebagai watak masyarakat (social character).
c.       Watak bangsa yang dipandang sebagai kepribadian rata-rata (modal personality).




A. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Kebudayaan.

            Konsep watak kebudayaan oleh Margaret Mead didefinisikan sebagai kesamaan sifat di dalam organisasi intra-psikis individu anggota suatu masyarakat tertentu, yang diperoleh karena mengalami cara pengasuhan anak yang sama, di dalam kebudayaan masyarakat bersangkutan. Konsep ini merupakan sintesa baru dari konsep kepribadian konfigurasi (configurational personality) Ruth F. Benedict, da konsep struktur kepribadian dasar (basic personality structure) Abram Kardiner dan kawan-kawan.

            Benedict sendiri telah menerapkan teori konfigurasi kebudayaannya (pattern of culture/ pola kebudayaan) untuk meneliti watak bangsa modern seperti Jepang. Hasilnya berupa buku berjudul The Chrysanthemum and the Sword (1946). Geofrey Gorer, soerang rekan peneliti Benedict, bahkan menitikberatkan praktek pengasuhan anak dalam penelitiannya terhadap watak bangsa Jepang (1943). Aspek-aspek tambahan inilah yang mendekatkan teori konfigurasi kebudayaan Benedict dengan teori struktur kepribadian dasar Kardiner dan kawan-kawan.

B. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Masyarakat.

            Teori mengenai “watak kebudayaan” berasumsi bahwa di dalam setiap kebudayaan, suatu kepribadian tipikal (kepribadian kolektif) disalurkan kepada kaum mudanya, sedikit banyak sesuai dengan konfigurasi yang dominan di dalam kebudayaan bersangkutan. Teori Erich Fromm mengenai “watak masyarakat”  (social character) kendati mengakui juga asumsi dari teori lainnya, mengenai transmisi kebudayaan dalam hal “membentuk” kepribadian tipikal, namun ia telah juga mencoba, sebagai tambahan, untuk menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historikal dari tipe-tipe kepribadian tersebut. Penjelasanya ini menghubungkan kepribadian tipikal dari suatu kebudayaan, atau apa yang oleh Fromm disebut “watak masyarakat”, pada “kebutuhan objektif masyarakat” yang dihadapi suatu masyarakat.

            Menurut Fromm di dalam kebanyakan kebudayaan hubungan manusia selalu ditentukan oleh wibawa irrasional (irrational authority). Orang-orang berfungsi di dalam masyarakat kita, seperti halnya dalam masyarakat lainnya di dunia yang pernah dicatat oleh sejarah, dengan cara menyesuaikan diri mereka dengan peran masyarakat mereka. Walaupun masyarakat-masyarakat berbeda dalam arti sejauh mana anak-anaknya harus dibentuk oleh kekuasaan irrasional, ia selalu merupakan bagian dari fungsi pengasuhan anak yang hendak mewujudkannya. Pendapat Fromm tersebut berlandaskan pada humanistic ethics dan fisafat masyarakat tentang bagaimana potensi manusia dapat lebih baik direalisasikan di dalam “masyarakat yang waras” (sane sodciety).

C. Tepori Watak Banga Dipandang Sebagai Kepribadian Rata-Rata.

            Dalam suatu analisa kritis, komprehensif dan brilian mengenai kajian watak bangsa, sosiolog Inkeles dan psikolog Levinson, berargumentasi untuk penyempitan arti konsep “watak bangsa” menjadi struktur kepribadian rata-rata (modal personality structure).

            Menurut mereka “watak bangsa” seharusnya disamakan dengan “struktur kepribadian rata-rata”; yakni ia harus diartikan pada cara (mode) atau cara-cara dari distribusinya varian-varian kepribadian dalam masyarakat tertentu. Kesesuaian dengan kehendakk masyarakat (societal requiredness) atau kecocokan (congeniality) dengan pola kebudayaan, tidak usah merupakan bagian dari definisi watak bangsa. Kepribadian yang “dikehendaki masyarakat” patut memperoleh status yang independen, walaupun berarti dalam susunan yang berhubungan. Dengan memberikan perbedaan ini, tingkat sebangun dan serupa (congruence) di antara struktur kepribadian rata-rata dan keperluan-keperluan psikologi dari lingkungan sosial timbul sebagai suatu masalah penting untuk penelitian.

Jadi pada intinya, ternyata antara Perang Dunia II dengan dunia psikologi memiliki sebuah hubungan yang berupa teori-teori yang merupakan salahh satu metode atau cara yang ditemukan oleh para ahli Psikologi Antropologi untuk mengenal watak bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. jadi bagi kalian yang ingin menjadi tentara untuk berperang, kenali dulu lawan kalian hehee :D 



Sumber: Danandjaja, James. 1988. Antropologi Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.


Selasa, 20 Maret 2012

KESEHATAN MENTAL

Kosep Sehat dan Dimensinya

            Mungkin orang-orang secara sederhana mengatakan bahwa “sehat” itu adalah terbebas dari penyakit. Dalam hal ini terlihat bahwa sehat itu hanya dilihat dari sudut pandang fisik saja. Tetapi apakah kesehatan memang bisa dimengerti secara sederhana yaitu sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit? Sepertinya memang begitu. Freund (1991) dengan mengutip The International Dictionary of Medicine and Biology, mendefinisikan kesehatan sebagai suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya, yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit. Kamus lainnya tampaknya mengartikan kesehatan mirip dengan pengertian kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Freund tersebut yaitu sebagai (Hornby, 1989) :
1.      Codition of a person’s body or mind..
2.      State of being well and free from illness.

            Namun pada pemahaman terakhir ini, kesehatan juga mulai menyangkut segi lainnya selain fisik, yaitu sudah memasukkan unsur jiwa dan keadaan sejahtera, yang tentunya tidak terlepas dari masalah psikologi. Dimensi sehat antara lain adalah jasmani, rohani, emosi, sosial, dan intelektual. Individu dapat dikatakan sehat apabila dari kelima dimensi tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan atau hal-hal yang menyimpang dari perilaku normal.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

            Sejarah kesehatan mental memang tidak sejelas sejarah dari ilmu kedokteran, terutama karena masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Orang yang mengalami gangguan mental sering kali tidak mudah terdeteksi, sekalipun oleh anggota keluarganya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena mereka dengan keseharian hidup bersam sehingga perilaku-perilaku yang mengindikasikan gangguan mental, dianggap hal yang biasa dan bukanlah sebagai gangguan. Faktor budaya pun seringkali membuat masyarakatmemiliki pandangan tersendiri mengenai orang yang menderita gangguan mereka.
            Secara umum secara historis kesehatan mental terbagi dalam 2 periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986)

  1. Periode Pra-Ilmiah
                  Zaman dahulu sikap terhadap gangguan mental telah muncul dalam primitif animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh. Orang primitif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda- benda tersebut. Hipocrates (460-467) dan juga pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan naturalisme (mengubah tradisi animisme menjadi naturalisme). Naturalisme adalah suatu aliran yang bependapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam.

                  Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, atau hantu. Dia menyatakan “Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan memicu bau amis, akan tetapi anda tidak akan melihat roh, dewa atau hantu yang melukai badan anda”. Lalu ide naturalistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen, yang tak lain adalah seorang tabib dalam pembedahan hewan. Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak lagi dipergunakan di kalangan orang-orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan masalah penyakit mental.

  1. Periode Ilmiah
                  Dalam era modern ini terdapat perubahan yang sangat berarti  dalam era pengobatan gangguan mental, yaitu animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), teradi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di US, yaitu pada tahun 1783. Saat itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang dan menjadi suatu body of knowledge berikut gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikkiran dan insipirasi para ahli, dalam hal ini terutama dari 2 tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers.


                  Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dekade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hyfiene Association (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan dibidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers meyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan. Selanjutnya dia merancang suatu program yang bersifat nasional tujuan (Langgulung, 1986):
a.       Mereformasi program perawatan dan pengobatan terhadap orang-orang pengidap penyakit jiwa.
b.      Melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap yang posotof terhadap para pasien yang meengidap gangguan atau penyakit jiwa.
c.       Mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan pengobatan gangguan mental.
d.      Mengembangkan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.

                  Program Beers ini mendapat respon positif dari kalangan masyarakat, terutama kalangan para ahli, seperti William James dan psikiatris ternama yaitu Adolf Mayer. Begitu tertariknya dengan gagasan Beers, Mayer menyarankan untuk menamai gerakan itu dengan nama “Mental hygiene”. Dengan demikian, yang mempopulerkan istilah tersebut adalah Mayer. Pada tahun 1908 sebuah organisasi pertama didirikan dengan Connectievt Society For Mental Hygiene. Satu tahun kemudian, pada tanggal 10 Februari !909 didirikan National Commitye Society for Mental Hygiene, dimana Beers diangkat menjadi sekeretaris. Organisasi menjadi bertujuan:
a.       Melindungi kesehatan mental masyarakat.
b.      Menyusun standar perawatan para pengidap gangguan mental.
c.       Meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang terkait dengannya.
d.      Menyebarkan pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan pengobatannya.
e.       Mengkoordinasikan lembaga-lembaga perawatan yang ada.

                  Terkait dengan perkembangan kesehatan mental ini, Deutsche mengemukakan bahwa pada masa dan pasca PD I, gerakan kesehatan mental ini mengonsentrasikan programnya untuk membantu mereka yang mengalami masalah seius. Setelah perang usai, gerakan kesehatan mental semakin berkembang dan cakupan garapannya meliputi berbagai bidang kegiatan, seperti pendidikan, kesehatan masyarakat, pengpbatan umum, industri, kriminologi, dan kerja sosial. Secara hukum gerakan kesehatan mental ini mendapatkan pengukuhannya pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika Presiden US menandatangani  “The National Mental Health Act”. Dokumen ini merupakan blueprint  yang komprehensif, yang berisi program-program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat. Beberapa tujuan yang terkandung didalam dokumen tersebut adalah:
a.       Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat US melalui penelitian, investagasi, eksperimen penanganan kasus-kasus, diagnosis dan pengobatan.
b.      Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakkukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan penelitan dan meningkatkan kegiatan mengaplikasikan hasil-hasil penelitannya.
c.       Memberikan latihan terhadaop para personel tentang kesehatan mental.
d.      Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pecegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental.

                        Pada tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan berdirinya Ntional Association for Mental Health yang bekerjasama dengan 3 organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu National Committee for Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, dan Psychiatric Foundation. Gerakan kesehatan mental ini terus berkembang sehingga pada tahun 1075 di Amerika terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya gerakan ini dikembangkan melalui World Federation for Mental dan World Health Organization.

            Dapat disimpulkan bahwa ternyata pandangan masyarakat terhadap kesehatan mental itu berbeda-beda dan juga mengalami perkembangan dari masa ke masa. Makna gangguan mental yang berbeda-beda tersebutmembawa implikasi yang berbeda juga dalam menangani individu yang terkena gangguan mental. Memahami setiap pandangan yang muncul mengenai sakit mental menolong kita untuk memiliki gambaran yang menyeluruh dan integral mengenai apa itu gangguan mental  yang sesungguhnya. Masalah gangguan mental bukanlah semata-mata gejala fisik saja. Upaya-upaya untuk mewujudkan kesehatan mental, tidak bisa dilakukanberdasarkan pandangan yang berat sebelah saja dari sudut pandang tertentu.

Teori Perkembangan Kepribadian Menurut Erikson

            Teori perkembangan menurut Erikson seluruhnya ada 8 tahapan. Dimana 4 tahap pertama terjadi pada masa bayi dan masa kanak-kanak, tahap kelima pada masa adolesen, dan 3 tahap yang terakhir pada tahun-tahun dewasa dan usia tua. Dalam tulisan-tulisan Erikson, tekanan khusus diletakkan pada masa adolesen karena masa tersebut merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Apa yang terjadi pada tahap ini sangat penting bagi kepribadian dewasa.

  1. Basic Trust vs Basic Mistrust (0-1 tahun)
      Kebutuhan akan rasa aman dan ketidakberdayaan menyebabkan konflik yang dialami oleh anak terjadi dalam tahap ini. Bila rasa aman dipenuhi, maka anak akan mengembangkan dasar-dasar kepercayaan pada lingkungan. Sebaliknya, bila anak selalu terganggu, tidak pernah merasakan kasih sayang dan rasa aman, maka anak akan mengembangkan perasaan tidak percaya pada lingkungannya. Maka dari itu peran ibu sangatlah penting dalam hal ini.
                                                                                      
  1. Autonomy vs Shame & Doubt (2-3 tahun)
      Organ-organ tubuh masa usia ini sudah lebih masak dan terkoordinasi. Anak dapat melaukan aktivitas secara lebih meluas dan bervariasi. Pengakuan, pujian perhatian serta dorongan akan menimbulkan perasaan percaya diri, memperkuat egonya. Bila sebaliknya yang terjadi, maka akan berkembng perasaan ragu-ragu. Kedua orangtua merupakan objek sosial terdekat bagi anak.

  1. Initiative vs Guilt (3-6 tahun)
      Bila pada tahap sebelumnya anak mengembangkan perasaan percaya diri dan mandiri, maka ia akan berani mengambil inisiatif, yaituu perasaan bebas untuk melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri. Tetapi bila pada tahap sebelumnya ia mengembangkan perasaan ragu-ragu, maka ia akan selelu merasa bersalah. Ia tidak berani melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri.

  1. Industry vs Inferiority (6-11 tahun)
      Anak sudah mulai mampu melakukan pemikiran logis dan anak sudah bersekolah. Oleh karena itu, tuntutan dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar sudah semakin luas. Bila kemampuan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan dihargai (misalnya disekolah), maka akan berkembang rasa bergairah untuk terus lebih produktif. Sedangkan bila sebaliknya yang dialami anak, maka timbul perasaan rendah diri.

  1. Identity vs Role Confusion ( mulai 12 tahun)
      Anak dihadapkan pada harapan-harapan kelompok dan dorongan yang makin kuat untuk lebih mengenal dirinya. Ia harus mulai memutuskan bagaimanamasa depannya. Bila ia berhasil melalui tahap-tahap sebelumnya, maka ia akan menemukan dirinya. Bila sebaliknya yang terjadi ia akan merasakan kekaburan peran.


  1. Intimacy vs Isolation
      Individu sudah mulai mencari-cari pasangan hidup. Seseorang yang berhasil membagi kasih sayang dan perhatian dengan orang lain akan mendapatkan perasaan kemesraan dan keintiman. Sedang yang tidak dapat membagi kasih akan merasa tersaingi atau terkecil.

  1. Generativity vs Self-absorbtion
      Krisis yang dihadapu individu pada masa ini adalah adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat, dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu dapat menyebabkan individu mampu berbuat banyak bagi kemanusiaan, khususnya bagi generasi yang akan datang. Tetapu bila dalam tahap-tahap yang silam ia memperoleh banyak pengalaman negatif, maka ia mungkin terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.

  1. Ego integrity vs Despair
      Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakannya dimasa lalu akan menimbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap dan/ atau gagal, akan timbul kekecewaan yang mendalam.


Teori Perkembangan Kepribadian Menurut Freud

            Menurud Freud, fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut libido. Libido merupakan energi psikis yang bersifat seksual (diartikan secara luas sebagai dorongan kehidupan) dan sudah ada sejak bayi. Setiap tahap perkembangan ditandai dengan berfungsinya dorongan-dorongan tersebut pada daerah tubuh tertentu. Freud membagi perkembangan manusia menjadi 5 fase.

  1. Fase Oral (0-1 tahun)
      Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu. Obyek terdekatnya adalah ibu.

  1. Fase Anal (1-3 tahun)
      Pusat kenikmatan terletak pada anus, terutama saat buang air besar. Ini merupakan saat yang paling tepat untuk mengajarkan anak disiplin (toilet training). Pada masa ini anak sudah menjadi individu yang mampu bertanggung jawab atas beberapa kegiatan tertentu.

  1. Fase Falik (3-5 tahun)
      Anak memusatkan kepuasannya pada daerah kelamin. Anak sudah mulai tertarik pada perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Pada fase ini kemungkinan pada anak laki-laki yang sangat dekat dengan ibunya dapat menimbulkan gairah seksual dan perasaan cinta (Oedipus Kompleks),. Tetapi perasaan ini terhalang dengan adanya sang ayah.


  1. Fase Laten (5-12 tahun)
      Anak laki-laki mulai lebbih banyak bergaul dengan teman sejenis, demikian pula wanita. Oleh karena itu fase ini disebut juga fase homoseksual alamiah. Anak mencari figur ideal antara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.

  1. Fase Genital (12 tahun ke atas)
      Alat reproduksi sudah matang, dan pusat kepuasan berada pada daerah kelamin. Energi psikos (libido) diarahkan untuk hubungan-hubungan heteroseksual. Rasa cinta pada anggota keluarga dialihkan  kepada orang lain yang berlawan jenis. Semua pengalaman di masa lalu menjadi bekal yang sangat berpengaruh pada remaja yang sedang menapak ke dunia dewasa, dunia karir, dan dunia rumah tangga.

Kepribadian Yang Sehat

            Pada psikologi tradisionalis, konsep tentang sehat yaitu tidak adanya gejala0gejala yang cukup untuk memasukkan individu ke dalam kategori gangguan (kepribadian) tertentu. Atau dengan kata lain, kepribadian sehat bertitik tolak dari apakah individu tersebut berbeda dari mereka yang nyata-nyata terganggu atau tidak. Dilihat dari sudut pandang statistik, kepribadian sehat adalah kepribadian individu umumnya, yang digambarkan secara statistik berada di dalam kurva normal. Pandangan baru dalam memahami kepribadian yang sehat bukan hanya dari segi apakah pribadi tersebut menekankan pada apakah potensi-potensi yang dimiliki bisa dikembangkan secara optimal ataukah tidak.


Daftar Pustaka:

Rochman, Khalil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press.

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Andi.

Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Edisi Pertama. Editor: A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.

Riyanti, B.P.Dwi., Prabowo, H., dan Puspitawati, I. 1996.Psikologi Umum I. Jakarta: Gunadarma.

KESEHATAN MENTAL

Kosep Sehat dan Dimensinya

            Mungkin orang-orang secara sederhana mengatakan bahwa “sehat” itu adalah terbebas dari penyakit. Dalam hal ini terlihat bahwa sehat itu hanya dilihat dari sudut pandang fisik saja. Tetapi apakah kesehatan memang bisa dimengerti secara sederhana yaitu sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit? Sepertinya memang begitu. Freund (1991) dengan mengutip The International Dictionary of Medicine and Biology, mendefinisikan kesehatan sebagai suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya, yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit. Kamus lainnya tampaknya mengartikan kesehatan mirip dengan pengertian kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Freund tersebut yaitu sebagai (Hornby, 1989) :
1.      Codition of a person’s body or mind..
2.      State of being well and free from illness.

            Namun pada pemahaman terakhir ini, kesehatan juga mulai menyangkut segi lainnya selain fisik, yaitu sudah memasukkan unsur jiwa dan keadaan sejahtera, yang tentunya tidak terlepas dari masalah psikologi. Dimensi sehat antara lain adalah jasmani, rohani, emosi, sosial, dan intelektual. Individu dapat dikatakan sehat apabila dari kelima dimensi tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan atau hal-hal yang menyimpang dari perilaku normal.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental

            Sejarah kesehatan mental memang tidak sejelas sejarah dari ilmu kedokteran, terutama karena masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Orang yang mengalami gangguan mental sering kali tidak mudah terdeteksi, sekalipun oleh anggota keluarganya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena mereka dengan keseharian hidup bersam sehingga perilaku-perilaku yang mengindikasikan gangguan mental, dianggap hal yang biasa dan bukanlah sebagai gangguan. Faktor budaya pun seringkali membuat masyarakatmemiliki pandangan tersendiri mengenai orang yang menderita gangguan mereka.

            Secara umum secara historis kesehatan mental terbagi dalam 2 periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986).

  1. Periode Pra-Ilmiah
      Zaman dahulu sikap terhadap gangguan mental telah muncul dalam primitif animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh. Orang primitif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda- benda tersebut. Hipocrates (460-467) dan juga pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan naturalisme (mengubah tradisi animisme menjadi naturalisme). Naturalisme adalah suatu aliran yang bependapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam.
          Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, atau hantu. Dia menyatakan “Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan memicu bau amis, akan tetapi anda tidak akan melihat roh, dewa atau hantu yang melukai badan anda”. Lalu ide naturalistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen, yang tak lain adalah seorang tabib dalam pembedahan hewan. Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak lagi dipergunakan di kalangan orang-orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan masalah penyakit mental.

  1. Periode Ilmiah
        Dalam era modern ini terdapat perubahan yang sangat berarti  dalam era pengobatan gangguan mental, yaitu animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), teradi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di US, yaitu pada tahun 1783. Saat itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang dan menjadi suatu body of knowledge berikut gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikkiran dan insipirasi para ahli, dalam hal ini terutama dari 2 tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers.


          Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dekade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hyfiene Association (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan dibidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers meyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan. Selanjutnya dia merancang suatu program yang bersifat nasional tujuan (Langgulung, 1986):
a.       Mereformasi program perawatan dan pengobatan terhadap orang-orang pengidap penyakit jiwa.
b.      Melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap yang posotof terhadap para pasien yang meengidap gangguan atau penyakit jiwa.
c.       Mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan pengobatan gangguan mental.
d.      Mengembangkan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.

           Program Beers ini mendapat respon positif dari kalangan masyarakat, terutama kalangan para ahli, seperti William James dan psikiatris ternama yaitu Adolf Mayer. Begitu tertariknya dengan gagasan Beers, Mayer menyarankan untuk menamai gerakan itu dengan nama “Mental hygiene”. Dengan demikian, yang mempopulerkan istilah tersebut adalah Mayer. Pada tahun 1908 sebuah organisasi pertama didirikan dengan Connectievt Society For Mental Hygiene. Satu tahun kemudian, pada tanggal 10 Februari !909 didirikan National Commitye Society for Mental Hygiene, dimana Beers diangkat menjadi sekeretaris. Organisasi menjadi bertujuan:
a.       Melindungi kesehatan mental masyarakat.
b.      Menyusun standar perawatan para pengidap gangguan mental.
c.       Meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang terkait dengannya.
d.      Menyebarkan pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan pengobatannya.
e.       Mengkoordinasikan lembaga-lembaga perawatan yang ada.

           Terkait dengan perkembangan kesehatan mental ini, Deutsche mengemukakan bahwa pada masa dan pasca PD I, gerakan kesehatan mental ini mengonsentrasikan programnya untuk membantu mereka yang mengalami masalah seius. Setelah perang usai, gerakan kesehatan mental semakin berkembang dan cakupan garapannya meliputi berbagai bidang kegiatan, seperti pendidikan, kesehatan masyarakat, pengpbatan umum, industri, kriminologi, dan kerja sosial. Secara hukum gerakan kesehatan mental ini mendapatkan pengukuhannya pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika Presiden US menandatangani  “The National Mental Health Act”. Dokumen ini merupakan blueprint  yang komprehensif, yang berisi program-program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat. Beberapa tujuan yang terkandung didalam dokumen tersebut adalah:
a.       Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat US melalui penelitian, investagasi, eksperimen penanganan kasus-kasus, diagnosis dan pengobatan.
b.      Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakkukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan penelitan dan meningkatkan kegiatan mengaplikasikan hasil-hasil penelitannya.
c.       Memberikan latihan terhadaop para personel tentang kesehatan mental.
d.      Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pecegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental.

        Pada tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health yang bekerjasama dengan 3 organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu National Committee for Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, dan Psychiatric Foundation. Gerakan kesehatan mental ini terus berkembang sehingga pada tahun 1075 di Amerika terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya gerakan ini dikembangkan melalui World Federation for Mental dan World Health Organization.

            Dapat disimpulkan bahwa ternyata pandangan masyarakat terhadap kesehatan mental itu berbeda-beda dan juga mengalami perkembangan dari masa ke masa. Makna gangguan mental yang berbeda-beda tersebutmembawa implikasi yang berbeda juga dalam menangani individu yang terkena gangguan mental. Memahami setiap pandangan yang muncul mengenai sakit mental menolong kita untuk memiliki gambaran yang menyeluruh dan integral mengenai apa itu gangguan mental  yang sesungguhnya. Masalah gangguan mental bukanlah semata-mata gejala fisik saja. Upaya-upaya untuk mewujudkan kesehatan mental, tidak bisa dilakukanberdasarkan pandangan yang berat sebelah saja dari sudut pandang tertentu.

Daftar Pustaka:

Rochman, Khalil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press.

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Andi.